Bagaimana Membangkitkan Umat hari ini?

| Kamis, 18 Desember 2008
Kondisi umat Islam di seluruh dunia hari ini sangat memprihatinkan. Belum kering darah dan airmata kaum muslimin Irak yang dibombardir dan diduduki negerinya oleh ratusan ribu pasukan Rambo AS dkk. yang dikerahkan untuk menguasai ladang-ladang minyak di sana (dengan cadangan sekitar 8 triliun dolar AS), dan masih terngiang di tekinga kita ancaman AS kepada kaum muslimin Suriah, kini AS pun mengarahkan ancamannya ke Iran. Sementara kebrutalan penjajah Israel di Palestina semakin meningkat. Negeri-negeri muslim lain yang telah lama tunduk menjadi sapi perahan AS dan kawan-kawannya yang menjajah di dunia Islam melalui utang-utang luar negeri yang mereka kucurkan, pendiktean kebijakan ekonomi yang mereka paksakan, maupun operasi agen-agen mereka dalam berbagai bidang kehidupan dan pos-pos strategis.
Walhasil, boleh dikatakan seluruh negeri Islam Islam kini dalam keadaan terjajah, dimiskinkan, dieksploitasi, dan ditindas kehidupannya. Di negeri jajahan langsung seperti Irak, Chechnya, dan Palestina, kaum muslimin dalam ketakutan. Di negeri “merdeka dan berdaulat”, kaum muslimin diberi sedikit ruang untuk mengekspresikan diri dalam koridor penjajahan itu. Dalam bidang ekonomi, kaum muslimin dililit utang yang bunganya saja, satu negeri Islam seperti Indonesia, harus membayar puluhan triliun tiap tahun ke negara-negara penjajah. Kekayaan mereka yang melimpah di berbagai negeri Islam menjadi “bancakan” negara-negara penjajah dan segelintir orang kepercayaan mereka di negeri-negeri Islam. Sementara mayoritas umat yang pemilik sebenarnya kekayaan itu, hidup susah sebagai buruh dan pengangguran, dengan beban ekonomi yang berat. Harga dan sewa barang, pendidikan, pekesehatan, dan lain-lain keperluan hidup serba mahal. Uang susah dicari, tapi rendah nilai daya belinya. Dalam bidang politik, mereka dipaksa minum obat tidur yang namanya demokrasi dan kebebasan dengan batas koridor: jika dan hanya jika menguntungkan para penjajah Barat. Dalam demokrasi, semuanya boleh kecuali Islam. Sehingga berbagai manipulasi politik yang hakikatnya “pemerkosaan suara rakyat” dari rejim ke rejim hanya untuk kepentingan penjajahan. Kaum muslimin dengan identitas Islam yang samar-samar boleh berada dipinggiran tanpa mengambil peran berarti. Dalam bidang pemikiran dan budaya, pemerkosaan Islam dan labelisasi sebagai agama yang terbelakang dan faktor pemecah belah yang harus ditinggalkan dipropagandakan sedemikian rupa untuk memisahkan Islam dari para pemeluknya sendiri. Agama Islam yang memenuhi ruang privat maupun publik, kini disembelih, hanya disisakan ke ruang privat. Reduksi aqidah Islam dilakukan dengan berbagai sarana, baik melalui “topeng pertolongan ekonomi dan sosial”, pendidikan, budaya, maupun hiburan dan pemberitaan media massa.
Sampai kapankah umat ini terus terjajah? Kapankah umat ini bangkit membebaskan diri dari seluruh belenggu penjajahan ekonomi, politik, pemikiran, budaya, bahkan --di beberapa negeri—militer? Kapankah umat ini tampil dalam format umat Islam di seluruh dunia yang terhormat?

Perubahan dari dalam diri kita

Jika kita mengamati perkembangan sejarah dari masa-kemasa, jatuh bangunnya suatu bangsa, maka kita akan dapat melihat bahwa itu semua disebabkan adanya perubahan dalam diri bangsa itu. Bahkan kenyataan ini ditunjuk dengan jelas oleh Al Quran. Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra’d 11).

Para mufassir memberikan penjelasan tentang ayat ini berkaitan dengan keadaan umat Islam pada masa lalu yang bagus, penuh dengan keberkahan dan kesejahteraan, serta kekuatan dan ketahanan di bawah naungan bendera Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah. Para khalifah sebagai pengayom agama dan keduniaan kaum muslimin melaksanakan kewajiban agama ini dengan sebaik-baiknya. Umat Islam sebagai warga negara melaksanakan tugas-tugas agamanya yang meliputi seluruh aspek kehidupan itu, baik dalam kewajiban personalnya maupun kewajiban sosial atau komunalnya menurut syariah Islamiyah. Namun, keadaan itu bisa berubah 180 derajat manakala umat melakukan kemaksiatan dan melalaikan kewajiban dan ketaatan kepada agamanya.
Pada tahun 1924, institusi penjaga umat itu runtuh dan umat Islam bagaikan ayam kehilangan induknya. Kehidupan sekular yang dipaksakan para penjajah dan kader-kader penerusnya pasca kemerdekaan melahirkan situasi dan kondisi masyarakat yang tidak Islami. Jauh dari ketaatan dan justru semakin ramai dengan kemaksiatan. Bahkan dalam iklim reformasi yang mestinya umat bisa menentukan bentuk negara dan pengelolaannya sendiri, ternyata umat ini tidak mengindahkan Islam, kecuali sebatas ibadah ritual dan sedikit moral. Bahkan dengan menguatnya sistem demokrasi dan liberalisasi dalam bisnis hiburan dan informasi, serta propaganda HAM, umat Islam kini cenderung semakin diarahkan kepada bentuk kehidupan yang jauh dari bingkai syariah Islam. Celakanya, tidak sedikit umat Islam ternyata “mau” atau merasa “tidak ada masalah” dengan arus yang mengarah kepada kebobrokan moral, kebobrokan ekonomi, kebobrokan politik, kebobrokan pendidikan, bahkan kebobrokan aqidah. Maka wajarlah, kalau krisis ini menjadi-jadi dan kondisi umat Islam tetap buruk, bahkan cenderung semakin terpuruk!
Bagaimana umat bisa bangun dan membebaskan diri dari kondisi yang memprihatinkan ini? Tentu harus ada reformasi dalam diri umat, bahkan harus ada revolusi, satu perubahan total dalam diri umat ini. Sebagaimana pesan Allah SWT dalam ayat di atas. Apanya yang harus diubah secara mendasar dalam diri umat ini? Tidak lain adalah pikiran mereka. Kenapa?
Sebab, selama ide-ide yang menyebabkan krisis dan keterpurukan umat ini masih bercokol dalam diri umat, mereka tidak akan pernah bangkit membebaskan diri dari belenggu realitas yang ada. Sekalipun mereka telah merasakan derita dengan cara hidup yang ada hari ini, tapi kesadaran mereka tidak pernah sampai ketemu jalan keluar yang benar. Sebab, dengan pola fikir yang ada, terhadap setiap kejadian mereka akan berkesimpulan: wajar! Sebagai contoh: Ketika umat diperas oleh oknum petugas dalam pengurusan kepentingan rakyat di berbagai meja birokrasi, mereka akan mengatakan wajar, soalnya para petugas itu gajinya kecil, sedangkan harga-harga sudah semakin meroket. Lebih-lebih para petugas itu mendapatkan jabatan itu dengan membayar mahal, maka wajarlah dia berusaha mengembalikan investasi alias pengin balik modal! Bila cara berfikirnya seperti itu, maka seluruh masalah tidak akan pernah bisa diuraikan dan diselesaikan, akan menjadi lingkaran setan. Sungguh malang bangsa dan umat yang ridlo dengan keadaan seperti itu!
Oleh karena itu, harus ada perubahan dalam benak pikiran anak umat ini. Pikiran yang menganggap wajar sebuah penyimpangan (corruption) harus diganti dengan pikiran bahwa setiap penyimpangan harus dicegah dan diatasi. Tentu ini membutuhkan perubahan pemikiran dasar. Umat ini harus diformat ulang cara berfikir mereka, mereka harus bertanya kembali: darimana hidup mereka? Untuk apa mereka hidup? Bagaimana kesudahannya setelah mereka mati? Tentu umat muslim akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar itu dengan jawaban yang standar syariah. Jawaban standar syariah pada pikiran-pikiran dasar itu, akan menjadi pandangan dan pemahaman hidup (mafaahim anil hayah) yang akan menentukan tingkah laku mereka.
Jika pemahaman mesti kembali kepada syariah sebagai metode memecahkan seluruh permasalahan kehidupan umat sudah tertanam dalam diri umat, maka bangkitnya umat ini dari kondisi berbagai keterpurukan tinggal tunggu waktu. Persoalannya adalah bagaimana menanamkan pemahaman itu dan siapa yang menanamkannya?

Bangkitnya para penegak agama Allah

Pemahaman yang jernih tentang syariah sebagai solusi atas seluruh problematika kehidupan adalah modal utama untuk bangkit dan tampil menjadi umat terbaik. Dan meratanya pemahaman itu ke seluruh kalangan, atau paling tidak pada sebagian besar tubuh umat ini adalah syarat bangkitnya umat itu. Untuk itu diperlukan upaya terus-menerus melakukan proses penyadaran itu. Dengan itu akan muncul individu-individu di kalangan umat, sedikit atau banyak, yang memiliki kesadaran tersebut. Di sinilah kunci perubahan bakal terjadi.
Kesadaran tersebut harus dikristalkan pada pribadi-pribadi yang siap berjuang mengembalikan Islam kepada posisinya, yakni sebagai penyuluh dan pengatur kehidupan manusia. Kesadaran perjuangan itu mengkristal dalam diri para pejuang itu manakala dalam diri mereka terdapat proses penyadaran posisi mereka sebagai muslim dan kewajiban agama yang harus mereka pikul. Masing-masing individu umat yang telah menyadari dan memahami kedudukannya sebagai muslim yang bakal menghadap Allah SWT, dia akan bangkit, dan bertekad mengubah cara pandangnya (yang selama ini sekular atau tidak jelas, menjadi cara pandang Islam yang jelas) dan bertekad untuk mengubah kebiasaan-kebiasan (pola) dalam sikap dan tingkah lakunya.
Pribadi-pribadi muslim yang sadar itu akan memegang prinsip dasar hidup (3M): (1) Menjadikan aqidah Islam sebagai asas berfikir dan pembentukan pemahamannya tentang kehidupan (asasul hadlarah). Dengan kata lain dia akan senantiasa menambah pemahamannya terhadap Al Quran dan As Sunnah sebagai sumber informasi dan inspirasi dalam memandang dunia dan dirinya, dan dalam memandang hak-hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah. Dengan kekuatan aqidah atau keimanan itu dia akan terdorong maju tampil kehidupan dengan membawa visi dan misi seorang muslim yang jelas. (2) Menjadikan halal-haram yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya sebagai standar perbuatannya (miqyasul amal), baik dalam masalah ibadah, makanan, pakaian, akhlaq, muamalah, dalam hubungan-hubungan sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Dengan garis batas halal haram untuk kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara, akan dapat dinilai dengan jelas sesungguhnya apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan sesui tuntutan dan tuntunan syar’i. (3) Menjadikan ridlo Allah sebagai arti kebahagiaan (ma’nas sa’adah) dalam menjalani seluruh aktivitas hidupnya, yang didasari poin 1 dan distandarisasi dengan poin 2. Tujuan dan cita-cita mendapat ridlo Allah semata inilah dasar dari keikhlasan perjuangan pribadi-pribadi muslim yang sadar itu. Kombinasi kesungguhan dan gambaran hidup yang jelas, pengetahuan tentang gambaran ideal syariah Allah, dan keikhlasan, adalah energi yang luar biasa bagi sebuah perubahan.

Khatimah
Dengan prinsip dan pemahaman seperti itu, pribadi-pribadi yang sadar itu akan bangkit menjadi para penegak agama Allah yang dengan perjuangan mereka umat ini akan bisa dibangkitkan kembali. Dengan penyuluhan dan bimbingan mereka umat ini akan bisa digerakkan untuk meninggalkan pola kehidupan yang rusak yang deritanya telah mereka rasakan, lalu bersama-sama dengan para pejuang yang ikhlas itu berjuang melanjutkan kehidupan yang pernah digariskan dan dijalani oleh Rasulullah saw., dan insyaallah akan mampu mengulangi kejayaan sebagai yang pernah diperoleh generasi awal umat ini. Wallahua’lam!

Tidak ada komentar: