Otak Kosong dan ”IQ Jongkok” ancam anak Indonesia

| Rabu, 17 Desember 2008
Hingga saat ini banyak sudah bencana kesehatan yang melanda bangsa ini. Mulai dari demam berdarah, polio dan yang paling terakhir penyakit busung lapar yang cukup mengejutkan. Namun, tampaknya semua fenomena itu belum usai. Apalagi bila kita tahu, bahwa ternyata secara kronik banyak anak kita terancam akal dan pemikirannya. Karena otak yang berkurang kepadatannya dan asap yang terus merongrong tingkat intelektualitas mereka. Kalau mau dicermati, sebenarnya beberapa kasus kesehatan yang terjadi beberapa waktu terakhir ini bukanlah sebuah kebetulan.
Demam berdarah terjadi karena kurang pedulinya masyakarat terhadap kebersihannya. Polio merebak lantaran kurang pedulinya kita semua pada kemungkinan datangnya kuman dari luar negara kita. Dan busung lapar, yang mirisnya terjadi di daerah lumbung padi Indonesia, bisa dibilang terjadi karena proses yang lama dari ketidakpedulian masyarakat Indonesia terhadap masalah gizi.
Seperti diungkapkan banyak ahli kesehatan. Kasus gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai puncaknya. Beberapa studi kasus mengenai kurang gizi ini juga disebabkan banyak faktor. Yang di antaranya merupakan faktor keseimbangan gizi yang kurang. Seperti kebiasaan hanya makan satu jenis penghasil energi saja, seperti hanya makan nasi saja. Sedangkan sebenarnya kita membutuhkan zat lain selain karbohidrat yang dikandung nasi. Seperti protein yang ada pada ikan, serat yang ada pada sayuran dan lainnya.
Ketidakseimbangan gizi inilah yang kemudian merambat dan menciptakan penyakit seperti busung lapar. Dan bisa lebih parah lagi dampaknya bila kita mengaitkannya dengan fenomena gagal tumbuh (growth faltering), yang juga bisa melanda otak. Penyebab Otak Kosong
”Dampak kekurangan gizi yang paling menakutkan adalah gagal tumbuh atau growth faltering, terutama gagal tumbuh kembang otak,” ucap Mahlil Ruby, peneliti pada Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan (PKEK) FKM-UI. Hal ini menurutnya terjadi lantaran beberapa faktor. Seperti kasus ibu hamil berpenyakit anemia, atau kekurangan sel darah merah, yang kini melanda Indonesia hingga 60 persen besarnya.
Anemia yang disebabkan karena faktor fisiologis dan lingkungan tersebut, pada dasarnya disebabkan tidak seimbangnya gizi yang diterima sang ibu. Hingga akhirnya menyebabkan juga zat gizi dan oksigen untuk janin tidak mencukupi kebutuhannya. ”Ini yang kemudian menyebabkan proses pembentukan otak pada janin menjadi berkurang,” urai Mahlil.
Kemudian hal ini tambah diperparah pada saat anak yang dikandung tersebut melahirkan. Karena pada kenyataannya banyak balita yang lahir saat ini, belum tentu mendapat Air Susu Ibu (ASI) sebagaimana layaknya. Hal ini yang kemudian membuat tumbuh kembang otak makin tak normal. ”Ini terbukti pada hasil foto scan pada anak bayi sekarang, yang menunjukkan gambar otak yang tidak padat alias mulai mengosong,” tambah Mahlil lagi. ”Bila ini terjadi sesudah anak melewati masa dua tahun, maka tidak akan bisa diperbaiki lagi.”
”IQ Jongkok”
Selain fenomena otak kosong. Masalah perkembangan otak pada anak makin menjadi saat kita mengetahui efek timbel, yang ada pada bensin, mempengaruhi perkembangannya pula. Ini terbukti dengan penelitian paling terakhir yang menunjukkan bahwa 35 persen anak usia sekolah dasar di luar DKI Jakarta saat ini memiliki kadar timbel di atas normal di dalam darah mereka. ”Lebih dari 10 mikrogram per desiliter,” menurut Dr. Budi Haryanto dari FKM UI.
Keadaan kadar timbel lebih 10 mikrogram per desiliter tersebut menurut budi sudah berada diatas normal pada tingkatan anak-anak, yang seharusnya hanya berada di tingkatan 10 mikrogram saja pada batas maksimal. ”Dan ini berpotensi menurunkan nilai IQ pada anak-anak hingga 2,5 poin,”.
Timbel pada bentuk Tetra Etil Lead (TEL) merupakan materi yang dicampurkan pada bensin untuk meningkatkan angka oktan. Namun, kadang pembakaran timbel dapat menimbulkan pencemaran udara melalui asap kendaraan bermotor. Dampak dari polusi ini bisa berbagai macam. Mulai dari gangguan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), hipertensi, gangguan fungsi ginjal dan fungsi reproduksi pada pria, keguguran hingga menurunkan kecerdasan pada balita.
Sebenarnya dampak gangguan kesehatan dari bahan ini sudah banyak dievaluasi oleh berbagai kalangan. Karena banyak menimbulkan kerugian, yang kalau dihitung secara materi bisa mencapai angka Rp 800 miliar. Kalau kita terus mempertahankan kondisi ini, maka kita sendiri yang harus menerima konsekuensinya.

Tidak ada komentar: