Secercah Keindahan dari Sang Mahaindah

| Kamis, 18 Desember 2008
Saat duduk di antara dua sujud, kumanfaatkan kesempatan ini untuk rehat sejenak di tengah-tengah pengurasan lubuk hati. Kupantau lubuk hati, kalau-kalau ada kebocoran di sana sini. Begitu melihat kebocoran, segera kuadukan hal ini kepada Tuhan.
“Ya Allah! Ampunilah aku. Betapapun kotornya hatiku, Engkau Maha Mensucikan. Ya Allah! Sayangilah aku. Betapapun besarnya hasratku untuk memperoleh cintanya, kasih-sayang-Mu lebih aku butuhkan… Ya Allah! Sehatkanlah aku. Betapapun pedihnya luka jiwaku, Engkau Maha Menyembuhkan. …”
Saat duduk akhir, kucondongkan jiwaku ke arah keseimbangan baru. Aku pun bersaksi bahwa meskipun si dia begitu indah, dia bukanlah Sang Mahaindah. Kurasa, dia itu hamba Allah yang dikirim oleh Sang Mahaindah untuk meneteskan secercah keindahan dari-Nya ke lubuk hatiku. Mungkin maksud-Nya supaya aku menjadi manusia baru, yang lebih elok daripada yang sudah-sudah.
Sebelum salam penutup shalat, aku bermunajat:
“Ya Allah! Seandainya mengingat-ingat si dia menjauhkan aku dari kebaikan, lenyapkanlah dari benakku segala kenangan tentang dia, betapapun manisnya. Namun, seandainya mengingat-ingat si dia mendekatkan aku dengan kebaikan, peliharalah di benakku segala kenangan tentang dia, betapapun pahitnya.”
Seusai munajat ini, aku merasa plong. Aku merasa kembali bahagia. Mungkin, lebih bahagia daripada yang sudah-sudah. Mungkin pula, lebih bahagia daripada yang belum-belum.

Tidak ada komentar: